Laporan Kimia Dasar 1 Stoikhiometri
LAPORAN STOIKHIOMETRI
PRAKTIKUM KIMIA DASAR I
Disusun
Oleh :
Fajar
Dwi Fauzi Hidayat
(0621
11 059)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2011
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya milik
ALLAH SWT. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Berkat limpahan dan rahmatnya kami mampu menyelesaikan tugas Laporan Praktikum
Kimia Dasar 1 tentang Stoikhiometri.
Sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ditemukan banyak bahan-bahan kimia dari alam
yang bermanfaat dan sangat penting secara ekonomis dapat dibuat dimulai dari
bahan-bahan baku yang lebih murah dan demikianlah caranya industry kimia mulai
berkembang. Terutama dalam abad ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengembangkan cara-cara membuat bahan kimia yang baru yang sebelumnya belum
pernah ada di bumi.
Selain
itu, penyusun berharap dengan laporan praktikum ini dapat menginspirasi banyak
orang untuk berkarya dalam ilmu pengetahuan alam khususnya kimia serta
teknologi yang menyertai kehidupan kita di dunia ini.
Penyusunan
laporan ini didasarkan pada hasil percobaan yang dilakukan selama praktikum
serta literature-literatur yang ada baik dari buku maupun sumber lainnya.
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
Pembelajaran 1
1.2. Dasar
Teori 1
BAB
II ALAT DAN BAHAN
2.1. Alat
yang Digunakan 9
2.2. Bahan 9
BAB
III METODA KERJA 10
BAB
IV HASIL PERCOBAAN 12
BAB
V PEMBAHASAN 15
BAB
VI KESIMPULAN 16
DAFTAR
PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
§ Membuktikan
rumus suatu zat (stoikhiometri reaksi) melalui data eksperimen dengan mengamati
perubahan kalor (temperature) akibat reaksi.
1.2. Dasar Teori
Dalam
bahasa kimia, tiap zat murni yang diketahui, baik unsur maupun senyawa,
mempunyai nama dan rumus uniknya sendiri. Cara tersingkat untuk memerikan suatu
reaksi kimia ialah menulis rumus untuk tiap zat yang terlibat dalam bentuk
suatu persamaan kimia. Suatu persamaan kimia meringkaskan sejumlah besar
informasi mengenai zat – zat yang terlibat dalam reaksi.
Persamaan
itu tidaklah sekedar pernyataan kualitatif yang menguraikan zat-zat yang
terlibat. Proses membuat perhitungan yang didasarkan pada rumus-rumus dan
persamaan-persamaan berimbang dirujuk sebagai stoikiometri. Sebagai tahap
pertama dalam perhitungan stoikiometri, akan dijelaskan sedikit penulisan rumus
untuk zat-zat. Rumus suatu zat menyatakan jenis dan banyaknya atom yang
bersenyawa secara kimia dalam suatu satuan zat.
Terdapat
beberapa jenis rumus, diantaranya ialah rumus molekul dan rumus empiris. Suatu
rumus molekul menyatakan banyaknya atom yang sebenarnya dalam suatu molekul
atau satuan terkecil suatu senyawa. Suatu rumus empiris menyatakan angka
banding bilangan bulat terkecil dari atom-atom dalam suatu senyawa. Persamaan
kimia terdiri dari tiga hal, yaitu pereaksi, anak panah, dan hasilreaksi.
Pereaksi adalah zat mula – mula yang terdapat sebelum reaksi terjadi.
Hasil
reaksi adalah zat apa saja yang dihasilkan selama reaksi kimia berlangsung.
Suatu reaksi kimia berimbang menunjukkan rumus pereaksi kemudian anak panah dan
hasil reaksi dengan jumlah atom dikiri dan dikanan anak panah sama. Dalam
percobaan kali ini akan dilakukan pengukuran volume dan suhu dari masing –
masing larutan NaOH, H2SO2, HCl, AgNO3 dan K2CrO4.
Dan juga akan mengukur suhu campuran NaOH – HCl, dan NaOH – H2SO4.
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan suhu larutan sebelum dan
sesudah dicampurkan. Sehingga dapat diketahui letak titik maksimumnya.
Salah satu
aspek penting dari reaksi kimia adalah hubungan kuantitatif antara zat-zat yang terlibat dalam
reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun sebagai hasil reaksi. Stoikiometri (stoi-kee-ah-met-tree)
merupakan bidang dalam ilmu kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif antara
zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun sebagai hasil reaksi. Stoikiometri juga menyangkut perbandingan
atom antar unsur-unsur dalam suatu rumus kimia, misalnya perbandingan atom H
dan atom O dalam molekul H2O.
Kata
stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheon yang
artinya unsur dan metron yang berarti mengukur. Seorang ahli
Kimia Perancis, Jeremias Benjamin Richter (1762-1807) adalah orang yang
pertama kali meletakkan prinsip-prinsip dasar stoikiometri. Menurutnya
stoikiometri adalah ilmu tentang pengukuran perbandingan kuantitatif atau pengukuran
perbandingan antar unsur kimia yang satu dengan yang lain.
Stoikiometri beberapa reaksi dapat
dipelajari dengan mudah, salah satunya dengan metode JOB atau metode Variasi
Kontinu, yang mekanismenya yaitu dengan dilakukan pengamatan terhadap kuantitas
molar pereaksi yang berubah-ubah, namun molar totalnya sama. Sifat fisika
tertentunya (massa, volume, suhu, daya serap) diperiksa, dan perubahannya
digunakan untuk meramal stoikiometri sistem. Dari grafik aluran sifat fisik terhadap
kuantitas pereaksi, akan diperoleh titik maksimal atau minimal yang sesuai
titik stoikiometri sistem, yang menyatakan perbandingan pereaksi-pereaksi dalam
senyawa.
Perubahan kalor pada reaksi kimia
bergantung jumlah pereaksinya. Jika mol yang bereaksi diubah dengan volume tetap,
stoikiometri dapat ditentukan dari titik perubahan kalor maksimal, yakni dengan
mengalurkan kenaikan temperatur terhadap komposisi campuran.
Stoikiometri
erat kaitannya dengan perhitungan kimia. Untuk menyelesaikan soal-soal
perhitungan kimia digunakan asas-asas stoikiometri yaitu antara lain persamaan
kimia dan konsep mol. Pada pembelajaran ini kita akan mempelajari terlebih
dahulu mengenai asas-asas stoikiometri, kemudian setelah itu kita akan
mempelajari aplikasi stoikiometri pada perhitungan kimia beserta contoh soal
dan cara menyelesaikannya.
Teori Asam-Basa
1. ARRHENIUS
Menurut teori Arrhenius, zat yang dalam air menghasilkan
ion H + disebut asam dan basa adalah zat yang dalam air terionisasi
menghasilkan ion OH - .
HCl à H +
+ Cl -
NaOH à Na +
+ OH -
Meskipun teori Arrhenius benar, pengajuan desertasinya
mengalami hambatan berat karena profesornya tidak tertarik padanya.
Desertasinya dimulai tahun 1880, diajukan pada 1883, meskipun diluluskan
teorinya tidak benar. Setelah mendapat bantuan dari Van’ Hoff dan Ostwald pada
tahun 1887 diterbitkan karangannya mengenai asam basa. Akhirnya dunia mengakui
teori Arrhenius pada tahun 1903 dengan hadiah nobel untuk ilmu pengetahuan.
Sampai sekarang teori Arrhenius masih tetap berguna
meskipun hal tersebut merupakan model paling sederhana. Asam dikatakan kuat
atau lemah berdasarkan daya hantar listrik molar. Larutan dapat menghantarkan
arus listrik kalau mengandung ion, jadi semakin banyak asam yang terionisasi
berarti makin kuat asamnya. Asam kuat berupa elektrolit kuat dan asam lemah
merupakan elektrolit lemah. Teori Arrhenius memang perlu perbaikan sebab dalam
lenyataan pada zaman modern diperlukan penjelasanyang lebih bisa diterima
secara logik dan berlaku secara umum. Sifat larutan amoniak diterangkan oleh
teori Arrhenius sebagai berikut:
NH 4 OH à NH 4
+ + OH -
Jadi menurut Svante August Arrhenius (1884) asam adalah
spesi yang mengandung H + dan basa adalah spesi yang mengandung OH
-, dengan asumsi bahwa pelarut tidak berpengaruh terhadap sifat asam dan
basa.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa:
Asam
ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H+ . Basa
ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH - .
Contoh:
1) HCl(aq) à
H + (aq) + Cl - (aq)
2) NaOH(aq) à
Na + (aq) + OH - (aq)
2.
BRONSTED-LOWRY
Asam
ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor. Teori asam basa
dari Arrhenius ternyata tidak dapat berlaku untuk semua pelarut, karena khusus
untuk pelarut air. Begitu juga tidak sesuai dengan reaksi penggaraman karena
tidak semua garam bersifat netral, tetapi ada juga yang bersifat asam dan ada
yang bersifat basa.
Konsep asam
basa yang lebih umum diajukan oleh Johannes Bronsted, basa adalah zat yang
dapat menerima proton. Ionisasi asam klorida dalam air ditinjau sebagai
perpindahan proton dari asam ke basa.
HCl + H2O à H3O
+ + Cl -
Demikian
pula reaksi antara asam klorida dengan amoniak, melibatkan perpindahan proton
dari HCl ke NH 3 .
HCl + NH3
⇄ NH4
+ + Cl -
Ionisasi
asam lemah dapat digambarkan dengan cara yang sama.
HOAc + H2O ⇄ H3O
+ + OAc -
Pada tahun
1923 seorang ahli kimia Inggris bernama T.M. Lowry juga mengajukan hal yang
sama dengan Bronsted sehingga teori asam basanya disebut Bronsted-Lowry. Perlu
diperhatikan disini bahwa H + dari asam bergabung dengan molekul air
membentuk ion poliatomik H 3 O + disebut ion Hidronium.
Reaksi umum
yang terjadi bila asam dilarutkan ke dalam air adalah:
HA + H2O ⇄ H3O
+ + A -
asam basa asam konjugasi basa konjugasi
Penyajian
ini menampilkan hebatnya peranan molekul air yang polar dalam menarik proton
dari asam.
Perhatikanlah
bahwa asam konjugasi terbentuk kalau proton masih tinggal setelah asam
kehilangan satu proton. Keduanya merupakan pasangan asam basa konjugasi yang
terdi dari dua zat yang berhubungan satu sama lain karena pemberian proton atau
penerimaan proton. Namun demikian disosiasi asam basa masih digunakan secara
Arrhenius, tetapi arti yang sebenarnya harus kita fahami.
Johannes N.
Bronsted dan Thomas M. Lowry membuktikan bahwa tidak semua asam mengandung ion
H + dan tidak semua basa mengandung ion OH - .
Bronsted –
Lowry mengemukakan teori bahwa asam adalah spesi yang memberi H + (
donor proton ) dan basa adalah spesi yang menerima H + (akseptor
proton). Jika suatu asam memberi sebuah H + kepada molekul basa,
maka sisanya akan menjadi basa konjugasi dari asam semula. Begitu juga bila
basa menerima H + maka sisanya adalah asam konjugasi dari basa
semula.
Teori
Bronsted – Lowry jelas menunjukkan adanya ion Hidronium (H3O+)
secara nyata.
Contoh:
HF + H2O ⇄ H3O+
+ F–
Asam basa asam konjugasi basa konjugasi
HF merupakan
pasangan dari F - dan H 2 O merupakan pasangan dari H3O
+ .
Air
mempunyai sifat ampiprotik karena dapat sebagai basa dan dapat sebagai asam.
HCl + H2O à H3O+
+ Cl-
Asam Basa
NH3
+ H2O ⇄ NH4+
+ OH -
Basa Asam
Manfaat dari
teori asam basa menurut Bronsted – Lowry adalah sebagai berikut:
1) Aplikasinya
tidak terbatas pada pelarut air, melainkan untuk semua pelarut yang mengandunh
atom Hidrogen dan bahkan tanpa pelarut.
2) Asam dan
basa tidak hanya berwujud molekul, tetapi juga dapat berupa anion dan kation.
Contoh lain:
1) HAc(aq) + H2O(l)
à H3O+(aq)
+ Ac-(aq) asam-1 basa-2 asam-2 basa-1 HAc dengan Ac -
merupakan pasangan asam-basa konyugasi. H3O+ dengan H2O
merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
2) H2O(l) + NH3(aq)
à NH4+(aq) + OH-(aq)
asam-1 basa-2 asam-2 basa-1 H2O dengan OH- merupakan
pasangan asam-basa konyugasi.
NH4+ dengan NH3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
NH4+ dengan NH3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
Pada contoh di atas terlihat bahwa air
dapat bersifat sebagai asam (proton donor) dan sebagai basa (proton akseptor).
Zat atau ion atau spesi seperti ini bersifat ampiprotik (amfoter).
Penulisan Asam Basa Bronsted Lowry
3.
G. N. Lewis
Selain dua
teori mengenai asam basa seperti telah diterangkan diatas, masih ada teori yang
umum, yaitu teori asam basa yang diajukan oleh Gilbert Newton Lewis ( 1875-1946 ) pada awal tahun 1920.
Lewis lebih menekankan pada perpindahan elektron bukan pada perpindahan proton,
sehingga ia mendefinisikan : asam penerima pasangan elektron dan basa adalah
donor pasangan elekton. Nampak disini bahwa asam Bronsted merupakan asam Lewis
dan begitu juga basanya. Perhatikan reaksi berikut:
Reaksi
antara proton dengan molekul amoniak secara Bronsted dapat diganti dengan cara
Lewis. Untuk reaksi-reaksi lainpun dapat diganti dengan reaksi Lewis, misalnya
reaksi antara proton dan ion Hidroksida:
Ternyata
teori Lewis dapat lebih luas meliput reaksi-reaksi yang tidak ternasuk asam
basa Bronsted-Lowry, termasuk kimia Organik misalnya:
CH3+
+ C6H6 ⇄ C6H6 + CH3+
Asam ialah akseptor pasangan
elektron, sedangkan basa adalah Donor pasangan electron
Asam lewis
Asam Basa
BAB II
ALAT
DAN BAHAN
2.1. Alat yang digunakan
1) Pipet
tetes
2) Gelas
piala
3) Gelas
ukur
4) Kaca
arloji
5) Corong
kaca
6) Pipet
gondok
7) Bolf
8) Neraca
analitik
9) Kertas
saring
2.2. Bahan
1) HCl
2) NaOH
3) H2SO4
4) AgNO3
5) K2CrO4
BAB III
METODA
KERJA
3.1. Stoikiometri Sistem NaOH – HCl – H2O
·
Didalam gelas kimia 100 ml masukkan 45 ml NaOH
dan pada gelas kimia lain masukkan 5 ml HCl 2 M. temperature dari masing-masing
larutan dicatat dan diambil temperature rata-ratanya, yang merupakan
temperature mula-mula (TM).
·
Dicampurkan kedua larutan tersebut, sambil
diaduk. Dicatat perubahan emperatur yang optimal sebagai temperature akhir (TA).
·
Percobaan diatas diulangi dengan menggunakan
variasi campuran seperti tabel.
·
Dibuat grafik antara T (sumbu Y) dan volum asam
basa (sumbu X) dari grafik tentukan stoikiometri dari reaksi asam-basa.
3.2. Stoikiometri Sistem NaOH – H2SO4
- H2O
·
Didalam gelas kimia 100 ml masukkan 45 ml NaOH
dan pada gelas kimia lain masukkan 5 ml H2SO4 2 M.
temperature dari masing-masing larutan dicatat dan diambil temperature
rata-ratanya, yang merupakan temperature mula-mula (TM).
·
Dicampurkan kedua larutan tersebut, sambil
diaduk. Dicatat perubahan emperatur yang optimal sebagai temperature akhir (TA).
·
Percobaan diatas diulangi dengan menggunakan
variasi campuran seperti tabel.
·
Dibuat grafik antara T (sumbu Y) dan volum asam
basa (sumbu X) dari grafik tentukan stoikiometri dari reaksi asam-basa.
3.3. Stoikhiometri Sistem AgNO3 – K2CrO4
– H2O
·
Didalam gelas kimia 100 ml masukkan 5 ml AgNO3
0,02 M dan pada gelas kimia lain masukkan 45 ml K2CrO4 0,02
M.
·
Dicampurkan kedua larutan tersebut, sambil
diaduk rata.
·
Endapan yang ada disaring menggunakan kertas
saring yang diletakan diatas corong dan Erlenmeyer. Endapan kemudian
dikeringkan dan ditimbang sampai konstan beratnya.
·
Percobaan diatas diulangi dengan menggunakan
variasi campuran seperti tabel.
·
Dibuat grafik antara T (sumbu Y) dan volum asam
basa (sumbu X) dari grafik tentukan stoikiometri dari reaksi asam-basa.
BAB IV
HASIL
PERCOBAAN
4.1. Stoikiometri Sistem NaOH – HCl – H2O
ml NaOH
|
ml HCl
|
TM
|
TA
|
∆T
|
45
|
5
|
28,5 ˚C
|
29 ˚C
|
0,5 ˚C
|
40
|
10
|
29,25 ˚C
|
31 ˚C
|
1,75 ˚C
|
35
|
15
|
30,25 ˚C
|
34 ˚C
|
3,75 ˚C
|
30
|
20
|
30,5 ˚C
|
38 ˚C
|
7,5 ˚C
|
25
|
25
|
30,25 ˚C
|
39 ˚C
|
8,75 ˚C
|
20
|
30
|
31 ˚C
|
38 ˚C
|
7 ˚C
|
15
|
35
|
31 ˚C
|
35 ˚C
|
4 ˚C
|
10
|
40
|
30 ˚C
|
33 ˚C
|
3 ˚C
|
5
|
45
|
29,5 ˚C
|
30,5 ˚C
|
1 ˚C
|
4.2. Stoikhiometri NaOH – H2SO4
– H2O
ml NaOH
|
ml HCl
|
TM
|
TA
|
∆T
|
45
|
5
|
29 ˚C
|
31 ˚C
|
2 ˚C
|
40
|
10
|
30,5 ˚C
|
35 ˚C
|
4,5 ˚C
|
35
|
15
|
31 ˚C
|
38 ˚C
|
7 ˚C
|
30
|
20
|
30 ˚C
|
36 ˚C
|
6 ˚C
|
25
|
25
|
30,5 ˚C
|
36 ˚C
|
5,5 ˚C
|
20
|
30
|
31 ˚C
|
35 ˚C
|
4 ˚C
|
15
|
35
|
29,25 ˚C
|
33 ˚C
|
3,75 ˚C
|
10
|
40
|
30 ˚C
|
32 ˚C
|
2 ˚C
|
5
|
45
|
28,25 ˚C
|
30 ˚C
|
1 ˚C
|
4.3. Stoikhiometri Sistem AgNO3
– K2CrO4 – H2O
No
|
Volume
AgNO3 0,02 M (ml)
|
Jumlah
Mol AgNO3 (x10-3)
|
Volume
AgNO3 0,02 M (ml)
|
Jumlah
Mol AgNO3 (x10-3)
|
Jumlah
Volume (ml)
|
Total
Mol (x 10-3)
|
1
|
5
|
0,1
|
45
|
0,9
|
50
|
1,0
|
2
|
10
|
0,2
|
40
|
0,8
|
50
|
1,0
|
3
|
15
|
0,3
|
35
|
0,7
|
50
|
1,0
|
4
|
20
|
0,4
|
30
|
0,5
|
50
|
1,0
|
5
|
25
|
0,5
|
25
|
0,4
|
50
|
1,0
|
6
|
30
|
0,6
|
20
|
0,3
|
50
|
1,0
|
7
|
33
|
0,66
|
17
|
0,34
|
50
|
1,0
|
8
|
35
|
0,7
|
15
|
0,3
|
50
|
1,0
|
9
|
40
|
0,8
|
10
|
0,2
|
50
|
1,0
|
10
|
45
|
0,9
|
5
|
0,1
|
50
|
1,0
|
4.4. Massa Residu yang Diperoleh dari
Sistem AgNO3 – K2CrO4 – H2O
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
I
|
0,0062
|
0,0306
|
0,0357
|
0,0709
|
0,0788
|
0,0815
|
0,1055
|
0,0834
|
0,032
|
0,021
|
II
|
0,1
|
0,2
|
0,3
|
0,4
|
0,5
|
0,6
|
0,66
|
0,7
|
0,8
|
0,9
|
III
|
0,9
|
0,8
|
0,7
|
0,6
|
0,4
|
0,3
|
0,34
|
0,2
|
0,2
|
0,1
|
BAB
V
PEMBAHASAN
Pada percobaan pertama
yaitu stoikhiometri sistem NaOH – HCl – H2O. Titik stoikhiometri
yang terjadi pada saat perbandingan volume antara kedua larutan adalah 1:1, itu
terjadi karena pada saat volumenya sama, suhu lebih tinggi dari suhu percobaan
lainnya. Maka titik stoikiometrinya terjadi pada saat volume masing-masing
larutan yaitu 25 ml. Hasil percobaan ini membuktikan bahwa teori stoikhiometri
sistem NaOH – HCl – H2O sesuai dengan hasil percobaan, dengan kata
lain, teori tersebut terbukti benar.
Percobaan kedua yaitu
stoikhiometri sistem NaOH – H2SO4 – H2O. Titik
stoikhiometri yang terjadi pada perbandingan volume kedua larutan adalah 2:1.
Itu terjadi karena pada saat volume NaOH 15 ml dan HCl 35 ml harga ∆T lebih
tinggi dari pada hasil percobaan lain. Dari percobaan ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa teori stoikhiometri
NaOH - H2SO4 sesuai dengan hasil percobaan yang telah
dilakukan.
Sedangkan pada
percobaan terakhir yaitu stoikhiometri sistem AgNO3 – K2CrO4
– H2O. Titik stiokhiometri yang terjadi pada saat perbandingan kedua
larutan adalah 2:1 yaitu 33 ml larutan AgNO3 dan 17 ml larutan K2CrO4
karena pada endapan yang telah disaring dan dikeringkan serta ditimbang
terlihat bahwa pada perbandingan larutan 2:1, massa residunya lebih berat
dibandingkan dengan perbandingan volume yang lain. Titik potong kedua garis
lurus pada grafik di atas menunjukkan perbandingan Mol 0,66 x10-3
Mol AgNO3 dan 0,34 x10-3 Mol K2CrO4.
Pada titik ini massa endapannya maksimum, jadi menyatakan titik stoikhiometri
sistem. Bila dianggap bahwa endapan ini disebabkan kerak perak dan kromat, maka
titik ini menyatakan perbandingan dua Ag+ dan satu Cr2-.
Stoikhiometri sistem dapat ditulis dengan persamaan berikut:
2Ag+
+ CrO42- à Ag2CrO4-
Dari percobaan ini terbukti bahwa teori
stoikhiometri sistem AgNO3 dan K2CrO4
terbukti.
BAB VI
KESIMPULAN
Dari hasil kegitan
praktikum baik dalam pengamatan, perhitungan serta pembahasan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Mengetahui titik stoikiometri Asam-Basa.
2.
Berdasarkan
data, titik stoikiometri sistem NaOH – HCl - H2O dicapai pada saat
volume kedua larutan sama, sehingga setelah pengolahan data, bisa didapatkan
perbandingan koefisien reaksi dari kedua zat adalah sama yaitu 1 : 1.
3.
Berdasarkan
data, titik stoikiometri sistem NaOH – H2SO4 - H2O
dicapai pada saat volume NaOH 15 ml dan volume H2SO4 35
ml, sehingga setelah pengolahan data, bisa didapatkan perbandingan koefisien
reaksi dari kedua zat adalah sama yaitu 1 : 2.
4.
Berdasarkan
data, titik stoikiometri sistem AgNO3 – K2CrO4
- H2O dicapai pada saat volume AgNO3 33 ml dan volume K2CrO4
17 ml, sehingga setelah pengolahan data, bisa didapatkan perbandingan
koefisien reaksi dari kedua zat adalah sama yaitu 2 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Keenan, A. Hadyana Pudjaatmaja, PH.
CL, 1992. Kimia Untuk Universitas, Jilid
1. Bandung: Erlangga.
Petrucci, H. Ralph, Suminar,1989,Kimia
Dasar,Edisi Ke-4 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Brady, James E. 1998. Kimia Universitas Asas & Struktur Edisi
Kelimi Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara
Thanks ..........
BalasHapus