Laporan Praktikum Kimia Dasar Tetang Titrasi



LAPORAN TITRASI
PRAKTIKUM KIMIA DASAR I





Disusun Oleh :
Fajar Dwi Fauzi Hidayat
(0621 11 058)


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Tujuan Percobaan
§  Mengetahui titik ekivalen dan titik akhir pada percobaan titrasi.
§  Mengetahui indikator asam basa.
§  Mengetahui normalitas zat yang dititrasi.

1.2.  Dasar Teori
1.2.1.      Titrasi
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa. Titik equivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi. Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah dalam air akan terurau dengan sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik equivalen dari titrasi asam ke air, yaitu sama dengan 7.
Pada titrasi juga memerlukan Indikator asam-basa untuk mengetahui konsentrasinya. Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai dengan kondisi [pH] larutan tersebut.


Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH secara signifikan, sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah metil jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali.

1.2.2.      Larutan Baku
Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:
1.    Larutan baku primer adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer: – mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. – tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara. Zat  tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih. – reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
2.    Larutan baku sekunder adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2 Syarat-syarat larutan baku sekunder: – derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer – mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan – larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.







BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1.  Alat yang digunakan
1)      Buret
2)      Pipet tetes
3)      Gelas piala
4)      Neraca analitik
5)      Spatula
6)      Pipet gondok
7)      Labu ukur 100 mL
8)      Gelas ukur
9)      Batang pengaduk
10)  Erlenmeyer
11)  Statif
12)  Corong
13)  Klem buret

2.2.  Bahan
1)      Larutan HCl 0,1 N (Hasil pengenceran)
2)      Kristal NaOH
3)      Fenolftalin (PP)
4)      Akuades








BAB III
METODA KERJA

3.1.  Pembuatan Larutan NaOH
·      Ambil Kristal NaOH  dengan menggunakan spatula. Timbanglah pada neraca analitik sebanyak Kristal yang akan dilarutkan ke dalam akuades 100 ml.
·      Masukkan Kristal NaOH ke dalam gelas piala, larutkan dengan sedikit akuades. Aduklah sampai larut sempurna.
·      Masukkan larutan NaOH yang telah encer ke dalam labu ukur menggunakan batang pengaduk dan corong. Bilaslah gelas piala dengan akuades dan masukan kembali ke dalam akuades, itu bertujuan supaya tidak ada NaOH yang terbuang.
·      Masuak ke dalam labu ukur dan silarutkan sampai batas dengan menggunakan akuades. Pengenceran ini harus sekali jadi. Maksudnya jngan sampai menambahkan akuades lebih dari yang diperlukan sebab hal ini akan menimbulkan kesalahan yang cukup besar. Oleh karena itu pengenceran harus dilakukan dengan hati-hati, sedikit demi sedikit. Setelah dekt dengan tanda pada leher labu ukur, dipakai pipet tetes. Tapi sebelumnya bersihkan dahulu leher labu ukur dengan tisu yang diikatkan pada batang pengaduk, setelah bersih baru dimasukan setetes demi setets dengan pipet tetes.
·      Kocoklah sebanyak 32 kali sampai tercampur rata.

3.2.  Titrasi Asam-Basa
·      Cucilah buret dengan larutan pencuci. Bilaslah dengan larutan standar yang akan dipakai, yaitu larutan NaOH 0,1 N.
·      Isilah buret itu dengan larutan standar sampai skala 0.
·      Pakailah pipet gondok untuk mengambil 10  ml HCl 0,1 N yang sudah dibuat dari pengenceran tadi. Masukkan HCl ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan beberapa tetep PP. Erlenmeyer ini harus digoyang-goyangkan perlahan-lahan.
·      Titrasi diberhentikan ketika penambahan setetes NaOH merubah warna merah sangat muda yang tak mau hilang pada penggoyangan.
·      Pekerjaan diulang tiga kali (triplo).
·      Catat berapa ml larutan standar yang digunakan dengan melihat batas cairan dalam buret.
·      Hitung berapa normalitas larutan yang dititrasi.























BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1.  Hasil Percobaan
4.1.1.      Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Pada percobaan pembuatan larutan baku yaitu NaOH 0,1N dibutuhkan NaOH padat sebanyak 0,4 gr. Berikut adalah perhitungannya:
NaOH 0,1N         =    è mol
= 0,1 N x 1 liter = 0,1 mol
Mol NaOH           =   è gram         
 = mol x Mr
                                          = 0,1 x 40
                                         = 4 gram
Maka untuk melarutkan NaOH dengan 100 mL akuades dibutuhkan NaOH padat sebanyak:
                                         4 x   = 4 gram

4.1.2.      Titrasi
Pada Percobaan yang dilakukan sebanyak 2 kali percobaan (diplo) dengan larutan NaOH 0,1 N, maka didapatkan data dan perhitungan konsentrasi HCl. Berikut data hasil percobaan.

Tabel Hasil Percobaan.
Percobaan
PP
Volume HCl
Volume NaOH
I
3 tetes
10 ml
11 ml
II
4 tetes
10 ml
12 ml
10 ml
11,5 ml

Dari hasil pengamatan diatas dihasilkan Normalitas larutan HCl yang ditiitrasi dari zat penitrannya yaitu NaOH 0,1N. Berikut adalah adalah perhitungannya:
V1 N1        =  V2 N2
     N2        = 
N2          =     =  0,115 N

     Keterangan:     V1 = volume larutan asli yang dipakai
                             N1 = normalitas asli
                             V2 = volume larutan yang akan dibuat
                             N2 = normalitas yang akan dibuat

4.2.  Pembahasan
Dalam percobaan titrasi asam basa yang telah saya lakukan, (Titrasi HCl dengan zat titran NaOH), didapatkan data sebagai berikut:
Reaksi:                        HCL(aq) + NaOH(aq) = NaCl(aq) + H2O(l)
Dari reaksi di atas dapat diketahui bahwa perbandingan mol antara HCl dan NaOH sama sehingga untuk menghitung konsentrasi dari larutan HCl yang didasarkan atas hasil percobaan, maka dapat digunakan persamaan berikut ini:
V1 . M1 = V2 . M2

Keterangan:     M1 = molaritas asam (HCL)
M2 = molaritas basa kuat (NaOH)
V1 = volume asam
V2 = volume basa

Dalam percobaan ke-1, HCl 10 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalein. NaOH 0,1 M 50 ml dan dimasukkan ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat konsentrasi HCl 0,11 M. Sedangkan dalam percobaan ke-2 indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai pada saat konsentrasi HCl 0,12 M. Dari selisih diatas terjadi sangat sedikit kesalahan ini dikarenakan karena:
1.      Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi
2.      Adanya kebocoran pada alat titrasi
3.      Kurang memadainya alat titrasi, terletak pada angka ketelitian alat.
4.      Kurang tepatnya pada saat pembuatan HCl, dikarenakan pada HCl pekat tidak terdapat.
5.      label yangmenunjukan konsentrasi dari HCl.
6.      Terjadi perubahan skala buret yang tak konstan.
7.      Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.

Berdasarkan teori, larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garamdan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentukanya zat baru yang disebut garam yangmemiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya (dalam percobaan ini adalah NaCl) . Karena hasil reaksinyaadalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksiitu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan.Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalendengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi.
Titik ekivalen merupakan keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlahmol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen. Salah satukegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsesntrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa.
Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu denganmenggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan mengukur volumenya secara pasti. Bilatitrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Larutan yang telahdiketahui konsentrasinya disebut dengan titran. 
Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi)sampai terjadi perubahan warna indikator. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan.Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkantitik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen makasemakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai.
      Perubahan warna pada larutan HCl yang diberi beberapa tetes PP yang semula berwarna bening menjadi merah muda disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Beberapa indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya akan menunjukkan warna pada range pH yang berbeda.
      Pada titrasi asam kuat digunakan indikator fenolftalein (trayek pH 8,3–10) karena kesalahannya paling kecil. Dalam titrasi ini titik akhir pH >7 dan perubahan warna pada titik akhir titrasi adalah merah muda pekat.














BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil kegitan praktikum baik dalam pengamatan, perhitungan serta pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.        Larutan baku dibagi 2, yaitu: larutan primer dan sekunder
2.        Larutan baku dibuat dengan menimbang dan dilarutkan dengan pelarut (akuades)
3.        Konsentrasi HCl (asam) dapat ditentukan dari proses titrasi dengan mereaksikan HCl (titrat) dengan NaOH (zat penitrat).
4.        Titrasi dihentikan ketika warnanya berubah menjadi merah muda dengan bantuan PP.
5.        Volume zat NaOH digunakan untuk menentukan konsentrasi HCl.

















DAFTAR PUSTAKA


Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.

S, Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: Penerbit ITB.

Purba, Drs. Michael, M.Si. 2002. Kimia 2B untuk SMA kelas XI , Jakarta: Erlangga

2008. Compendium for basal practice in biochemistry. Aarhus University

http://id.wikipedia.org (diakses pada tanggal 23 Oktober 2011)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Fisika Dasar Tentang Gesekkan Pada Bidang Miring

Laporan Praktikum Fisika Dasar Tentang Pengukuran Pada Benda Padat

Laporan Kimia Dasar 1 Reaksi-reaksi Kimia